MONSALUK ( GUNTING RAMBUT )
Monsaluk pada
dasarnya adalah upacara
pengguntingan rambut untuk
pertama kalinya bagi
seorang bayi yang
biasanya dilaksanakan upacara
ketika berumur 40
hari. Pelaksanaan upacara
ini biasanya lebih meriah disbanding dengan
momposawe tojang, sehingga menggunakan
bahan dan peralatan
yang lebih kompleks
dibanding momposawe tojang
Peralatan dan bahan upacara diatur dan disusun sebagaimana biasanya oleh seorang Santali. Gunting, Cermin, dan Sisir bersama – sama dengan sepiring daging yang telah masak, nasi dan setangkai kenduk balu diletakkan diatas sebuah dulang berkaki. Disamping itu dibuat pula sebuah Salukan, yaitu kelapa muda yang jernih melalui sebuah lubang pada pangkalnya dengan mengirisnya. Salukan ini sebelumnya diatas sebuah dulang pula.
Selain dari kedua perangkat kelengkapan upacara diatas, pada masyarakat Saluan dibuat pula sebuah lelebuku, yaitu suatu rangkaian bambu dan ambaha yang dibentuk menyerupai sungkum ayam diatas sebuah dulang berkaki. Pada rangkaian ini digantung sebuah sejumlah buah popos, gaung dan daun puring. Lelebuku ini diletakkan didekat bayi didalam kamar. Sementara ruangan tempat para undangan menyaksikan upacara ini, tidak ketinggalan pula diberi hiasan berupa mayang pinang yang digantung menyebar kesegala penjuru ruangan. Hiasan ruangan yang serba semarak dengan juluran mayang pinang ini dianggap memiliki sifat magis yang kuat.
Jalannya upacara diawali dengan persiapan kepada bayi dengan memandikannya dengan air bersih yang biasa diberi bunga harum lalu diberi pakaian serba kuning tanpa hiasan. Setelah semuanya siap, maka bayi yang disaluk, digendong keluar dari dalam kamar untuk pertama kalinya oleh neneknya dari pihak ibunya, sebagai ungkapan perasaan sang nenek yang masih dapat menimang cucunya yang baru, dapat disimak kalimat “ kongkong Na oko Sumo popos Sambatu : yang artinya kugenggam engkau sebagai sebiji pinang.
Sementara bayi keluar diiringi Lelebuku didepan pintu kamar segera dihambur dengan Pae kinini [ beras kuning ] lalu diarak keliling dengan diiringi azraka [Barzanji] oleh segenap hadirin, dalam keadaan berdiri dan akhirnya akan sampai kepada kakekknya atau seorang yang dituakan untuk menggunting sedikit rambut bayi, dengan memegang ubun – ubun lalu mengucapkan Nakon Naumul yang artinya Panjanglah Umurmu Liasakon Na bala montokai oko dan jauhkanlah kau dari berbagai bala. Rambut yang telah digunting, di masukkan ke dalam salukan yang telah diisi dengan air jernih, dengan mengucapkan “ Timbali Moitom Uwepute “ yang artinya menjadi hitam air putih ini tidak akan ada bala yang menimpa kamu.
Seusai upacara menggunting rambut ini maka para hadirin segera duduk dan sedikit melanjutkan doa-doa sesuai dengan ajaran Islam. Selesainya doa berarti selesai pulalah pokok acara monsaluk ini, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama
Disadari
ataupun tidak, makna
yang terkandung dalam
upacara ialah suatu
kegiatan yang menandai
proses sosialisasi dari
bayisejak kelahirannya yang
masih dalam kamar
dengan lingkungan social yang
terbatas hanya kepada
kedua orang tuanya dan beberapa
kerabat dekatnya, serta dengan
lingkungan yang masih
sempit. dengan mengarak
bayi ketengah – tengah hadirin
untuk melihat dan
dilihat memberikan pengalaman
pertama yang menjadikannya
mengalami suatu perubahan
dan pengukuhan dari
alamnya yang masih relative
sempit.
Disamping itu, Pelaksanaan
upacara ini juga
tidak terlepas dari berbagai
harapan yang tidak henti-hentinya diungkapkan
baik dalam kalimat
maupun berbagai perlanbang atau symbol, agar
kiranya bayi ini
selalu mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan
pada waktu-waktu yang
akan datang.
Terima kasih
Sampai jumpa di upacara berikutnya " Mompolajang Mompopeja
DAFTAR PUSTAKA